Jumat, 23 Agustus 2019

Prinsip – Prinsip Manajemen Kelas

RESUME 7
MANAJEMEN KELAS di SD
Tentang
Prinsip – Prinsip Manajemen Kelas


Di Susun Oleh :
LINA DELVIZA
1620228

Dosen Pembimbing:
YESSI RIFMASARI, M.Pd
Kelas: 7.6 PGSD


PROGRAM  STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN ADZKIA
PADANG
2019



PEMBAHASAN 
Prinsip – Prinsip Manajemen Kelas

A. Prinsip Dasar Manajemen Kelas 
Pengelolaan kelas mengandung pengertian yaitu, proses pengelolaan kelas untuk menciptakan suasana dan kondisi kelas yang memungkinkan siswa dapat belajar secara efektif. Sedangkan prinsip dasar pengelolaan kelas adalah pegangan atau acuan yang dimiliki sebagai pokok dasar berfikir atau bertindak bagi seorang pendidik dalam usaha menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal serta mengembalikan kondisinya bila terjadi gangguan dalam proses pembelajaran. Tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak dapat bekerja dengan tertib sehingga tercapai tujuan pengajaran yang efektif. Sebagai indikator dari sebuah kelas yang tertib adalah: 
  1. Setiap anak harus bekerja, tidak macet artinya tidak ada anak yang terhenti karena tidak tahu akan tugas yang harus diselesaikan atau tidak dapat melakukan tujuan yang diberikan kepadanya. 
  2. Setiap anak terus melakukan pekerjaaan tanpa membuang waktu, artinya setiap anak beepakerja secepatnya agar cepat menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. 

Pengelolaan kelas sangat dibutuhkan untuk kelangsungan belajar mengajar yang optimal dan menghindari terjadinya gangguan dalam pengelolaan kelas. Jadi, berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memilihara kondisi belajar yang optimal. Sedangkan prinsip dari pengelolaan kelas yaitu cara atau pegagangan yang harus dimiliki guru dalam menciptakan suasana belajar dan mengembalikan suasana belajar apabila ada gangguan. 

B. Macam-Macam Prinsip Dalam Manajemen Kelas 
Prinsip-prinsip pengelolaan kelas adalah sebagai berikut : 

1. Hangat dan antusias 

Hangat dan antusias merupakan salah satu peinsip yang diperlukan dalam proses belajar dan mengajar. Guru yang hangat dan akrab pada anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada aktifitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas. 

2. Tantangan 

Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja, atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang. 

3. Bervariasi 

Penggunaan alat atau media, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian siswa. Penggunaan media dapat membuat pelajaran menjadi menarik, menghilangkan kejenuhana dan membantu siswa dan keterampilan. Kevariasian ini merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan. 

4. Keluwesan 

Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mecegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Sikap dan tingkah laku, menonton dalam mengajar dapat menciptakan suasana belajar kondusif dan menarik, sehingga anak didik akan focus dan kosentrasi dalam belajar. 

5. Penekanan pada hal-hal yang positif 

Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku siswa yangpositif dari pada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar. 

6. Penanaman disiplin diri 

Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri. Untuk itu seorang guru dapat mendorong anak didik untuk dapat melaksanakan disiplin. Dan guru hendaknya menjadi teladan mengendalaikan diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin ana didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal. 

7. Stabilitas emosi yang stabil 

Guru harus bisa menjaga emosi nya dan sabar dalam melatih perseta didik. 

8. Optimisme dan percaya diri 

Diharapkan guru punya rasa kepercayaan diri yang kuat dalam mengajar. 9. Kesederhanaan ( penampilan dan pakaian) 

9. Adil 

Seorang guru harus menyamakan peserta didik tanpa bembedakan gender nya yang kaya maupun siswa yang miskin, yang pintar mapun yang bodoh, adil dalam memberikan nilai. 

10. Humoris 

Seorang guru harus bisa membawa suasana belajar yang santai tidak kaku, kadang-kadang ada suatu cerita yang membuat anak didik tertawa. Jadi dapat penulis simpulkan bahwa dalam pengelolaan kelas guru harus bisa menjalankan prinsip yang terdapat diatas agar tujuan dari manajemen kelas dapat terlaksana dengan baik.  

C. Permasalahan dalam manajemen kelas
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas, yaitu yang bersifat perorangan atau individual dan yang bersifat kelompok. Disadari bahwa masalah perorangan atau individual dan masalah kelompok seringkali menyatu dan amat sukar dipisahkan yang satu dari yang lain. Namun demikian, pembedaan antara kedua jenis masalah itu akan bermanfaat, terutama apabila guru ingin mengenali dan menangani permasalahan yang ada dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
Masalah pengelolaan kelas tersebut, yaitu :
1.  Masalah Individual :
Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan.Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain,mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan ketidakmampuan.Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan.

a. Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian) : 
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak(memperolok), membuat onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.

b. Powerseeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan) :
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.

c. Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam) :
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif.Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).

d. Helplessness (peragaan ketidakmampuan) : 
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus.Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri.Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok. Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah individu seperti diuraikan diatas pada diri para siswa. Diantaranya yaitu :
Jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian.
Jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan.
Jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas.
Jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula.

2.  Masalah Kelompok
Ada tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:

a. Kurangnya kekompakan : 
Kurangnya kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok.Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu.

b. Kesulitan mengikuti peraturan kelompok : 
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok.Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain.

c. Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok : 
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok.Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.

d. Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang :
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan, misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru.Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.

e. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja.
Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya.Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu.Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.

f. Kurangnya semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes. 
Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung.Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja.Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.

h. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain.Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu; mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok.Contoh yang paling sering terjadi ialah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.
Mengajar sebagai proses pemberian atau penyampaian pengetahuan saja tidak cukup, tetapi harus diiringi dengan mendidik. Artinya guru secara tidak langsung harus dapat membimbing siswa untuk melakukan dan menyadari etika, budaya serta moral yang berlaku di tempat siswa tinggal. Guru bukan sebagai pemberi informasi sebanyak-banyaknya kepada para siswa, melainkan guru sebagai fasilitator, teman dan motivator.

Berdasarkan pengalaman guru di lapangan. Masalah-masalah yang timbul di dalam pelaksanaan pengajaran dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

a. Masalah pengarahan : Di waktu merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar-mengajar, kebanyakan guru kurang memiliki keterampilan dalam:
  • Berorientasi kepada tujuan pelajaran.
  • Mengkomunikasikan tujuan pelajaran kepada siswa.
  • Memahami cara merumuskan tujuan umum dan khusus.
  • Menyesuaikan tujuan pelajaran dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.
  • Merumuskan tujuan instruksional jelas.

b. Keadaan ini mengakibatkan secara jelas terhadap tujuan mempelajari materi tersebut, mereka tidak mendapat kepuasan dalam menerima pelajaran, siswa menyadari bahwa tujuan pelajaran yang diberikan guru tidak relevan dengan kebutuhannya tidak bermakna bagi kehidupannya di kemudian hari.

c. Masalah evaluasi dan penilaian : Guru dalam tugasnya untuk merencanakan,  melaksanakan evaluasi dan menemukan masalah-masalah sebagai berikut:
  • Guru dalam menyusun kriteria keberhasilan tidak jelas
  • Prosedur evaluasi tidak jelas
  • Guru tidak melaksanakan prinsip-prinsip evaluasi yang efisien dan efektif.
  • Kebanyakan guru memiliki cara penilaian yang tidak seragam.
  • Guru kurang menguasai teknik-teknik evaluasi.
  • Guru tidak memanfaatkan analisa hasil evaluasi sebagai bahan umpan balik.

d. Dengan evaluasi yang semacam itu siswa yang menerima evaluasi tidak puas. Mereka tidak mengerti arti angka-angka yang diterimanya. Guru juga tidak mengetahui apakah muridnya sudah mempelajari materi pelajaran yang diberikan atau belum. Guru tidak mengerti bahwa pada siswa sudah ada perubahan tingkah laku, sebagai pengaruh pengajaran yang diberikan atau tidak.

e. Masalah isi dan urut-urutan pelajaran : Dalam membuat perencanaan pengajaran, yang kemudian akan dilaksanakan dan dievaluasi, guru dalam menyusun isi dan urutan bahan pelajaran menemukan masalah sebagai berikut:
  • Guru kurang menguasai materi
  • Materi yang disajikan tidak relevan dengan tujuan
  • Materi yang diberikan sangat luas
  • Guru kurang mampu dalam menyesuaikan penyajian bahan dengan waktu yang tersedia
  • Guru kurang terampil dalam mengorganisasikan materi pelajaran.
  • Guru kurang mampu mengembangkan materi pelajaran yang diberikannya.
  • Guru kurang mempertimbangkan urutan tingkat kesukaran dari materi pelajaran yang diberikan.

f. Masalah metode dan sistem penyajian bahan pelajaran : Agar guru dapat menyajikan bahan pelajaran dengan menarik dan berhasil, maka perlu menguasai beberapa teknik sistem penyajian. Juga dapat memilih siswa penyajian yang tepat untuk setiap materi tertentu yang akan disajikan, ataupun dapat membuat variasi dalam menyajikan bahan tersebut. Namun dengan demikian dalam pengamatan pelaksanaan pengajaran itu para guru menemukan masalah-masalah sebagai berikut:
  • Guru kurang menguasai beberapa siswa penyajian yang menarik dan efektif.
  • Pemilihan metode kurang relevan dengan tujuan pelajaran dan materi pelajaran.
  • Kurang terampil dalam menggunakan metode
  • Sangat terikat pada satu metode saja
  • Guru tidak memberikan umpan balik pada tugas yang dikerjakan siswa.

g. Masalah hambatan-hambatan : Dalam pelaksanaan pengajaran guru kadang-kadang menemui banyak hambatan, diantaranya ialah:
  • Banyak guru kurang menggunakan perpustakaan sebagai sumber belajar.
  • Guru kurang mempertimbangkan latar belakang siswa yang tidak sama.
  • Guru kurang mengerti tentang kemampuan dasar siswa yang kurang.
  • Kurangnya buku-buku bacaan ilmiah
  • Keadaan sarana yang kurang
  • Guru kurang mampu dalam menguasai bahasa Inggris.

h. Dengan menemukan hambatan-hambatan itu dalam pengajaran menjadi kurang lancar. Guru mengalami kesulitan dalam meningkatkan proses belajar mengajar agar hasilnya efektif dan efisien. Begitu juga siswa sendiri kurang bersemangat untuk mendalami setiap bagian pengetahuan yang diperolehnya di bangku sekolah.




DAFTAR PUSTAKA
Daus Santri, Pengelolaan Kelas, (Online), tersedia di: http://santridaruz.blogspot.com/2008/05/pengelolaan-kelas.html (21 November 2011).

Djamarah Syaiful Bahri,  Strategi Belajar-Mengajar, Jakarta:PT, Rineka Cipta. 2005.

Kasim Meliana, Makalah Manajemen, (Online) tersedia di:http://meilanikasim.wordpress.com/2010/04/12/makalah-manajemen-kelas/(21 November 2011).

14 komentar: